PART I>> PUISI (d’poem of cc)
Campus Centre ITB, bangunan berwarna dominan putih yang transparan berdindingkan kaca, terletak pada sumbu utama master plan ITB. Modernitas. Arsitektur Internasional. Massanya berbentuk kotak, atapnya diberi kesan datar, kaca mengelilingi fasadenya. Sangat kontras dengan lingkungannya. Dari gerbang utama, berjalanlah lurus ke arah selatan, dengan iringan pepohonan boulevard kita akan sampai juga disana. Belum genap satu dasawarsa, ia berada di sana, begitu muda diantara saudara-saudaranya yang lain. Jika bangunan sekitarnya terpatri pada kesahajaan arsitektur yang khas tradisional Indonesia, dengan unsur atap yang dominan dan kolom-kolom dengan material batu kali, maka ia berdiri dengan kesahajaan yang berangkat dari sisi kehidupan manusia yang lain. Konsep seperti apa yang mendasarinya?
Tampilannya pun tampak berbeda. Menurut Baskoro Tedjo selaku arsitek utama dari bangunan tersebut -berdasarkan wawancara- Campus Centre direfleksikan menjadi gerbang ITB kedua setelah gerbang utama ITB yang terletak di sisi paling selatan -tengah. Yang menarik, gerbang utama dengan jam pada bagian atasnya serta sepasang atap penerima tanpa dinding berbentuk datar pada barat dan timur nya itu lantas menjadi inspirasi perancang dalam mendesain Campus Centre.
Maka Campus Centre dibuat menjadi dua sayap, barat dan timur dengan rotunda yang bentuk denahnya lingkaran. Pembagian seperti itu selain mengacu pada gerbang utama ITB juga didasari oleh konsep yang ingin sejalan dengan konsep dasar masterplan ITB yang sirkulasi utamanya bersumbu utara-selatan dan mengarah ke Tangkuban Perahu, maka arah pandang ke arah Gunung Tangkuban Perahu tak boleh terhalang. Sebab itulah bangunan rotunda didesain sejajar dengan lantai area sirkulasi yang menjadi penghubung antara CC barat dan CC timur.
Mengenai pemilihan style modern pada bangunan di bagian perantara zona konservasi (utara) dan peralihan (tengah), menurut arsiteknya konsep Campus Centre sebagai gerbang kedua ITB memungkinkannya untuk tampak berbeda dengan lingkungan sekitar namun tetap kontekstual.
Dilihat dari sudut pandang pengkritisi, konsep CC indah untuk dicerna maknanya. Saat berjalan di boulevard, jika kita memandang ke utara, pandangan mata kita akan tertuju pada gunung tangkuban perahu dengan sepasang atap labtek kembar yang membingkainya dan menbuat mata kita fokus ke view di tengah. Lalu di mana bangunan CC-nya? Awalnya tak terlalu terlihat, di kanan kiri didominasi oleh pepohonan hijau. Tapi makin lama dan makin berjalan mendekati Tangkuban Perahu, akan terlihat atap datar CC sayap barat-timur membingkai keduanya. Bukan hanya Tangkuban Perahu, tetapi juga sepasang atap labtek kembar tersebut.
CC putih itu ‘bersembunyi’ di balik pepohonan seakan bercerita ‘Jangan lihat aku dahulu, silahkan lihat dahulu karya Sang Pencipta (bc: pohon dan gunung).’Ya, ternyata bangunan CC ini dibuat lebih mundur dari labtek kembar sehingga perpaduan ketiganya menjadi suatu pemandangan yang ‘berpuisi’ dan seperti akan mengatakan bahwa bangunan dengan semangat tradisional dan modern dapat berjalan beriringan, saling memyelimuti dan menguatkan karakter alam (Gunung Tangkuban Perahu) yang diciptakan Tuhan, Sang Satu, bahwa arsitektur yang baik akan bersenandung berirama dengan segala sesuatu sekitarnya, alam, bangunan lain, manusia dan segala bentuk yang ada di lingkungannya dan dapat teraba oleh panca indera. Dan gabungan ketiganya menjadi salah satu sudut yang mampu mempresentasikan ITB.
Ternyata bangunan baru tidak harus ber-style sama dengan eksisting, dengan pendekatan kontras dapat pula dilakukan dan dihasilkan paduan desain yang menarik.
Dalam makalahnya, ‘Tradition and The Individual Talent’, T. S Elliot menekankan proses dalam seni dan menemukan nilai dalam tradisi. Elliot mengemukakan sebuah puisi tercipta dari keremajaan yang menemukan relasinya diantara individu dengan tradisi dengan komunitas intelektualnya. Sementara itu J.J Rousseau mengungkapkan bahwa mediasi diantara individu dan lingkungannya dengan mementingkan konteks dalam beraksi itu menjadi penting. Kebebasan moral yang tak teraba secara fisik diperoleh dengan interaksi dengan lingkungan, membuat manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri.1
Jika dihubungkan dengan bangunan CC, ungkapan dua ahli tersebut dapat dimaknai sebagai penguatan dukungan atas perlunya CC sebagai individu untuk memperhatikan tradisi lingkungannya. Secara singkat menurut pengkritisi desain CC telah dapat mengikuti tradisi sumbu utara selatan ITB, responsif terhadap eksisting sehingga ia mampu berdialog dengan komunitas di sekelilingnya.
‘Puisi’ yang lain yang diberikan bangunan CC tampak lebih terbaca pada malam hari. Saat langit gelap dan bangunan tersebut terang benderang karena penerangan di dalamnya yang tertembus sempurna karena dominasi material kacanya, ia bukan menerangi dirinya sendiri. Dirinya sering terlihat dari luar tak berisi manusia pada malam hari. Ia menerangi pepohonan sekitarnya yang telah berjasa memayunginya dari sinar matahari dan hujan dan membuat pepohonan tersebut terasa lebih hidup.
Elemen unik ‘terbaca’ sewaktu melintasi kedua sayap bangunan pada entrance tengahnya, akan terlihat ada sebuah kolom tinggi yang memecah dan membelah sirkulasi menjadi dua bagian. Menarik untuk dicermati karena sebagian besar perancang biasanya akan berpikir ke alternatif lain saat mengetahui kolom pada struktur bangunannya secara tidak sengaja terletak diantara entrance. Pemikiran tersebut seakan tidak berlaku pada CC, kolom sengaja diletakkan di tengah-tengah entrance. Alasannya? Terlewat saat wawancara dengan arsitek namun penulis berpendapat sebagai manusia beradab, jika akan masuk ke suatu rumah kita dianjurkan untuk terlebih dahulu meminta izin pada penghuninya. Ada kemungkinan bangunan ini juga menuntut ‘penghormatan’ dari pengunjung saat masuk ke bangunan dengan mempersilahkan penggunanya untuk bertepi sejenak dengan adanya kolom di tengah.
Penerapan konsep selasar pada CC juga tergolong berhasil terbukti pada hari kerja maupun libur terdapat para mahasiswa yang sedang beraktivitas pada selasarnya. Aktivitas yang dilakukan sangat bervariasi (akan dibahas pada penekanan fungsi). Kondisi ini dapat memberikan ide bahwa masyarakat yang tinggal di kondisi alam yang cukup baik dan kelembapan udara yang cukup seperti di Bandung dan pada daerah tropis kebanyakan, adanya tempat informal yang terbuka merupakan kebutuhan publik yang perlu mendapat perhatian dalam proses merancang.
Dari konsep-konsep CC seperti digambarkan di atas, bagaimana penerapannya? Apa yang terjadi saat konsep dipertemukan dengan kebutuhan pengguna sebagai subjek utama perancangan? Setelah diadakan wawancara maupun pengisian kuesioner oleh para pengguna bangunan CC yang mayoritas terdiri dari mahasiswa, karyawan, petugas keamanan, dan lain-lain mengenai kenyamanan pengguna terkait dengan aktivitas dan fungsi yang dapat dilakukan di dalamnya maka penulis berkesimpulan bahwa sebagian pengguna sudah merasakan kenyamanan di CC terkait dengan kegiatan yang dilakukan dan aktivitas di dalam CC……berlanjut ke part 2> semangat mahasiswa…….